Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang)
dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber
dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.
Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya
seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa
khusyu’ adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.
Allah Ta’ala memuji
para Nabi dan Rasul-Nya dengan sifat mulia ini. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya) :
“Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)” (QS. al-Anbiyaa’:
90).
Allah Ta’ala menjadikan
sifat agung ini termasuk ciri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab
keberuntungan mereka, dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”.
Kiat-Kiat Meraih Shalat
Khusyu’ Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam meraih shalat khusyu’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kiat-kiat yang jelas,
bahkan para ulama telah membuat bab-bab dalam kitab-kitab mereka, seperti Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah membuat Bab Anjuran Khusyu’ dalam Shalat.
Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Munajjid
rahimahullah dalam kitab beliau “33 Kiat Mencapai Khusyu’ dalam Shalat”
menjelaskan; bahwa untuk mencapai khusyu’ dalam shalat ada dua hal pokok yang
perlu diperhatikan:
- Memperhatikan hal-hal yang mendatangkan
kekhusyukan dalam shalat.
- Menolak hal-hal yang menghilangkan kekhusyukan
dan melemahkannya.
Untuk kesempatan ini kita hanya
akan mengangkat point pertama yakni, memperhatikan hal-hal yang mendatangkan
kekhusyuan dalam shalat. Hal yang harus diperhatikan tersebut diantaranya:
a. Mempersiapkan diri
sepenuhnya untuk shalat
Adapun bentuk-bentuk persiapannya
yaitu: ikut menjawab azan yang dikumandangkan oleh muazin, kemudian diikuti
dengan membaca do’a yang disyariatkan, bersiwak karena hal ini akan
membersihkan mulut dan menyegarkannya, kemudian memakai pakaian yang baik dan
bersih.
Diantara bentuk persiapan lain
adalah berjalan ke masjid dengan penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa, lalu
setelah sampai di depan masjid, maka masuk dengan membaca do’a dan keluar
darinya juga membaca do’a, melaksanakan shalat sunnat Tahiyyatul masjid ketika
telah berada di dalam masjid, merapatkan dan meluruskan shaf, karena syetan
berupaya untuk mencari celah untuk ditempatinya dalam barisan shaf shalat.
b. Tuma’ninah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu tuma’ninah dalam shalatnya, sehingga seluruh anggota badannya
menempati posisi semula, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan orang yang buruk shalatnya supaya melakukan tuma’ninah
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Tidak sempurna
shalat salah seorang diantara kalian, kecuali dengannya (tuma’ninah).”
c. Mengingat mati ketika
shalat
Hal ini berdasarkan wasiat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila engkau shalat maka
shalatlah seperti orang yang hendak berpisah (mati)”. (HR. Ahmad
V/412, Shahihul Jami’, no. 742)
d. Menghayati makna bacaan
shalat
Al-Qurân diturunkan agar
direnungkan dan dihayati maknanya, sebagaimana firman-Nya ‘Azza wa Jalla: “Ini
adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh berkah, supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran”. (QS. Shaad: 29)
Sikap penghayatan tidak akan
terwujud kecuali dengan memahami
makna setiap yang kita baca.
Dengan memahami maknanya, maka seseorang akan dapat menghayati dan berfikir
tentangnya, sehingga mengucurlah air matanya, karena pengaruh makna yang
mendalam sampai ke lubuk hatinya. Dalam hal ini Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman:
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Robb
mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta”. (QS.
al-Furqan: 73)
Di dalam ayat yang mulia ini
Allah Subhânahu wa Ta’âla menjelaskan betapa pentingnya memperhatikan makna
dari ayat yang dibaca.
e. Membaca al-Qurân dengan
tartil
Hal ini berdasarkan firman Allah
Subhânahu wa Ta’âla: “Dan bacalah al-Qurân dengan perlahan-lahan”. (QS.
al-Muzammil: 4)
f. Meyakini bahwa Allah
Subhânahu wa Ta’âla akan mengabulkan permintaannya ketika seorang hamba sedang
melaksanakan shalat
Dalam hal ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi: “Allah Subhânahu wa
Ta’âla berfirman: ‘Aku membagi Shalatku dengan hamba-Ku-menjadi dua
bagian, dan bagi hambaku setiap apa yang dia minta. Jika hamba-Ku mengucapkan
Alhamdu lillahi Robbil’âlamin, Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman: ‘hamba-Ku
telah menyanjung-Ku. Jika ia mengucapkan Mâ likiyaumiddin, Allah Subhânahu wa
Ta’âla berfirman: ‘Hamba-Ku telah memuliakan dan mengagungkan-Ku”. (Shahih
Muslim, Kitabus Shalat, Bab Wajibnya Membaca al-Fatihah dalam Setiap Rakaat)
Hadits yang mulia ini menjelaskan
kepada kita bahwa seseorang yang sedang melaksanakan shalat, yaitu ketika ia
membaca al-Fatihah maka bacaan tersebut mendapat balasan langsung dari Allah
‘Azza wa Jalla, maka ini akan menjadi pendorong kita dalam mencapai kekhusyukan.
g. Meletakkan sutrah.(tabir
pembatas) dan mendekatkan diri kepadanya
Hal ini lebih bertujuan untuk
memperpendek dan menjaga penglihatan orang yang sedang melaksankan Shalat,
sekaligus menjaga dirinya dari setan. Disamping itu juga dapat menjauhkan diri
dari lalu lalangnya orang yang lewat di sekitar kita, karena lewatnya orang
lain secara hilir mudik dapat mengganggu kekhusyukan shalat.
Dalam hal ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian
melaksanakan Shalat dengan menggunakan tabir, maka hendaklah ia mendekat
padanya, sehingga syetan tidak akan memotong Shalatnya”.(HR. Abu Daud, no.
446/1695)
h. Melihat kearah tempat sujud
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika sedang shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menundukkan
kepala serta mengarahkan pandangannya ke tanah (tempat sujud)”. (HR.
al-Hakim 1/479, dinilai shahih oleh al-Albani)
i. Memohon perlindungan kepada
Allah Subhânahu wa Ta’âla dari godaan syetan
Godaan syetan akan selalu datang
kepada siapa saja yang akan menghadap Allah Subhânahu wa Ta’âla, oleh karena
itu seorang hamba hendaknya tegar dalam beribadah kepada Allah Ta’âla, seraya
tetap melakukan amalan-amalan zikir ataupun shalat,dan jangan sampai goyah,
sebab dengan selalu menekuni hal-hal tersebut,godaan dan tipu daya syetan akan
hilang dengan sendirinya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya tipu
daya syetan itu adalah lemah.(QS. an-Nisa’: 76)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Jika seorang diantara kalian berdiri shalat, maka
datanglah syetan, kemudian ia mengacaukannya (mengacaukan shalatnya dan
memasukkan padanya keraguan) sehingga tidak mengetahui berapa rakaat ia shalat.
Jika salah seorang diantara kalian mendapati hal demikian, maka hendaklah ia
bersujud dua kali ketika dia sedang duduk”. (HR. Bukhari)
Demikianlah beberapa kiat-kiat
dalam meraih shalat khusyu’, semoga dengan mengetahuinya akan mengantarkan kita
menuju kenikmatan ibadah shalat dengan khusyu’. Amiin. Wallahu a’lam.